Selasa, 11 Desember 2012

Pura Tampak Siring

PURA Tirta Empul dan permandiannya terletak di wilayah desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Bagaimana sejarah dan nilai ruang arsitekturalnya?
Dari kabar yang berkembang belakangan ini, kawasan Tampaksiring hendak ditata sebagai wilayah yang memiliki nilai historis. Di kawasan ini, selain terdapat Pura Tirta Empul dan permandiannya, juga bekas Istana Presiden RI Pertama, serta Pura Gunung Kawi. Bagaimana asal usul, sejarah, arsitektur dan daya pikat yang dimiliki kawasan ini?

Diperkirakan nama Tampaksiring berasal dari (bahasa Bali) kata tampak yang berarti "telapak" dan siring yang bermakna "miring". Makna dari kedua kata itu konon terkait dengan sepotong legenda yang tersurat dan tersirat pada sebuah daun lontar, yang menyebutkan bahwa nama itu berasal dari bekas jejak telapak kaki seorang raja bernama Mayadenawa.

Menurut lontar "Mayadanawantaka", raja ini merupakan putra dari Bhagawan Kasyapa dengan Dewi Danu. Namun sayang, raja yang pandai dan sakti ini memiliki sifat durjana, berhasrat menguasai dunia dan mabuk akan kekuasaan. Terlebih ia mengklaim dirinya sebagai Dewa yang mengharuskan rakyat untuk menyembahnya.

Alkisah, lantaran tabiat buruk yang dimilikinya itu, lantas Batara Indra marah, kemudian menyerbu dan menggempurnya melalui bala tentara yang dikirim. Sembari berlari masuk hutan, Mayadenawa berupaya mengecoh pengejarnya dengan memiringkan telapak kakinya saat melangkah. Sebuah tipuan yang ia coba tebar agar para pengejar tak mengenali jejaknya. Konon dengan kesaktian yang dimilikinya, ia bisa berubah-ubah wujud atau rupa.

Namun, sepandai-pandai ia menyelinap, tertangkap juga oleh para pengejarnya, kendati -- sebelumnya -- ia sempat menciptakan mata air beracun, yang menyebabkan banyak bala tentara menemui ajal usai mandi dan meminum air itu. Lantas sebagai tandingan, Batara Indra menciptakan mata air penawar racun itu. Air penawar itulah yang kemudian disebut dengan Tirta Empul (air suci). Sedangkan kawasan hutan yang dilewati Mayadenawa -- dengan berjalan memiringkan telapak kakinya -- dikenal dengan sebutan Tampaksiring.

Lalu, bagaimana dengan keberadaan arsitektur Pura Tirta Empul beserta permandiannya itu?

Ktut Soebandi, dalam buku "Sejarah Pembangunan Pura-Pura di Bali" menyebutkan, Permandian Tirta Empul dibangun pada zaman pemerintahan Raja Sri Candrabhaya Singha Warmadewa, dan hal ini dapat diketahui dari adanya sebuah piagam batu yang terdapat di desa Manukaya yang memuat tulisan dan angka yang menyebutkan bahwa permandian Tirta Empul dibangun pada Sasih Kapat tahun Icaka 884, sekitar Oktober tahun 962 Masehi.

Lantas, bagaimana pula dengan Pura Tirta Empul-nya, apakah dibangun bersamaan dengan permandiannya?

Ternyata (masih dalam buku tersebut) antara lain dinyatakan bahwa Pura Tirta Empul dibangun pada zaman pemerintahan Raja Masula Masuli berkuasa dan memerintah di Bali. Hal ini dapat diketahui dari bunyi lontar Usana Bali. Isi dari lontar itu disebutkan artinya sebagai berikut: "Tatkala itu senang hatinya orang Bali semua, dipimpin oleh Baginda Raja Masula Masuli, dan rakyat seluruhnya merasa gembira, semua rakyat sama-sama mengeluarkan padas, serta bahan bangunan lainnya, seperti dari Blahbatuh, Pejeng, Tampaksiring".

Dalam Prasasti Sading ada disebutkan, Raja Masula Masuli bertahta di Bali mulai tahun I€aka 1100 atau tahun 1178 M, yang memerintah selama 77 tahun. Berarti ada perbedaan waktu sekitar 216 tahun antara pembangunan permandian Tirta Empul dengan pembangunan puranya.

Telah Mendahului
Jika dikaji dari perbedaan waktu dan fungsi dari ruang arsitektural, menunjukkan bahwa ruang telah mendahului kesadaran visual manusianya. Dalam hal ini setiap objek memiliki suatu hubungan dengan ruang. Objek selaku sumber mata air berhubungan dengan ruang, yakni ruang untuk mandi, citra ruang sebagai tempat -- religius -- untuk membersihkan diri secara alam sekala (nyata) maupun niskala (tak nyata).


Dalam suatu tatanan spasial, jika suatu objek -- tempat mandi -- berdaya guna secara optimal, terciptalah suatu tatanan dari Ruang-Waktu. Permandian adalah ruang. Hubungan-hubungan yang dibangun oleh bentuk dan ruang akan menentukan ritme, nilai estetika, dan religius dari bangunan itu. Di mana ruang mandi ini bukan semata membersihkan badan-ragawi, namun juga rohani, yang dalam bahasa-spiritual-Bali disebut juga ngelukat.

Ruang sebagai suatu ide spiritual telah menjadi dorongan hakiki bagi ekspresi dalam pernyataan-pernyataan artistik, filosofis, etis, dan ritual. Kesatuan antara ruang dan waktu memberi kepada arsitektur tampilan yang wadahnya menampung kegiatan-kegiatan di dalamnya secara optimal. Ruang estetis-religius dari permandian dan puranya boleh dikata seni pembentukan ruang abstrak dan pengalaman ruang, lantaran ruang yang terbentuk penuh "daya hidup", salah satunya muncul melalui kucuran air -- yang diyakini punya vibrasi suci -- dari dalam pancurannya.

Hal lain bila lebih dicermati lagi dari nilai historisnya, menurut Bernard M Feilden dalam buku "Conservation of Historic Buildings", bahwa ada beberapa nilai pada prinsipnya terkandung dalam arsitektur yang bernilai sejarah yakni (1) nilai-nilai emosional seperti keajaiban, identitas, kontinyuitas, spiritual dan simbolis; (2) nilai-nilai kultural yang meliputi pendokumentasian, sejarah, arkeologi, usia dan kelangkaan, estetika dan simbolis, arsitektural, tata kota, pertamanan dan ekologikal; dan (3) nilai-nilai penggunaan seperti fungsional, ekonomi, sosial dan politik.

Bagaimana pemandangan di sekitar pura? Jika mengamati lingkungannya dari sisi tebing yang menghubungkan Istana Tampaksiring dengan Pura Tirta Empul dan permandiannya, di kejauhan utara terlihat kebiruan Gunung Batur dan keelokan panorama Gunung Agung di sebelah timur. Di sekitarnya juga nampak permukiman penduduk serta pemandangan persawahan berterasering di kemiringan pebukitan. Di sela-sela bangunan terhampar lansekap yang bernas oleh rimbun dedaunan dan tanaman hias, dengan rerumputan hijau berpaut pepohonan-pepohonan tua, menambah suasana keteduhan dan ketenangan di kawasan pura ini.

Secara arsitektural, Permandian dan Pura Tirta Empul ini memiliki nilai sejarah, bervibrasi spiritual, berkarakter khas, serta akrab dan ramah terhadap lingkungan. Tampilan arsitekturnya bernafaskan tradisi, serta menyatu terhadap kondisi alam di sekitarnya. Ruang-ruangnya pun menyiratkan makna yang religius.

Pura Rambut Siwi

Pura Rambut Siwi adalah salah satu Pura Hindu terbesar di Bali, terletak di Desa Yeh Embang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana di Bali barat. Memerlukan waktu sekitar 2 jam dari Denpasar pergi ke daerah Bali bagian barat atau 30 menit dari Negara. Sangat mudah untuk sampai ke Pura ini dari Denpasar dan hanya cukup mengikuti jalan utama menuju Gilimanuk. Dalam perjalanan ke Gilimanuk, setelah memasuki wilayah Kabupaten Jembrana, anda akan menemukan sebuah Pura di sisi kiri, di mana sebagian besar pengendara menghentikan kendaraannya di tempat ini. Rambut Siwi adalah sebuah Pura Hindu yang indah, terletak di tepi tebing, dengan Samudera Hindia yang luas terhampar di depannya. Pura Rambut Siwi sendiri adalah lokasi dari banyak upacara dan kegiatan keagamaan dalam kalender Hindu di Bali.
Bangunan Pura Rambut Siwi terletak di samping jalan utama Denpasar menuju Gilimanuk. Kita dapat melihat semua kendaraan yang dikendarai oleh umat Hindu setempat akan berhenti sejenak di Pura ini untuk berdoa kepada Tuhan agar diberikan keselamatan selama perjalanan mereka. Hal ini dilakukan pula oleh masyarakat di Pura-Pura lainnya di Bali seperti pada Pura Goa Lawah dan Pura Pulaki.
Pemandangan yang sensasional dimiliki oleh Pura ini ketika melihat ke arah laut dan ke bawah Pura atau dari pantai menengadah ke arah Pura. Pura utama terletak di atas tebing dan dikelilingi oleh pemandangan Samudra Hindia. Dari puncak tebing, kita bisa melihat bangunan Pura tua di bawah dan terletak tepat di tepi laut. Selain itu, panorama yang indah dari Samudra Hindia yang berwarna biru akan menambah kesan pengalaman anda. Suasana di tempat ini sangat tenang dan baik untuk memulihkan pikiran kita.
Biaya untuk mengunjungi Pura Rambut Siwi cukup murah dan merupakan cara yang sangat baik untuk menghabiskan hari anda di Bali, terutama pada saat matahari terbenam di tempat ini. Pura Rambut Siwi jauh dari keramaian dan merupakan kunjungan alternatif dibandingkan dengan Pura Tanah Lot yang merupakan Pura yang paling banyak dikunjungi di Bali. Namun anda harus bersedia melakukan perjalanan yang lebih lama untuk menikmati ketenangan di Pura Rambut Siwi ini.
Pura Rambut Siwi dibuka untuk tujuan wisata di Bali barat dan tempat yang tepat untuk kunjungan selama liburan anda berada di Bali. Ini merupakan salah satu tujuan wisata di Bali atau salah satu tempat-tempat menarik di Bali.

Pura Goa Lawah

Pura Goa Lawah Merupakan Salah Satu Kahyangan Jagat dan objek wisata di Bali,  yang merupakan perpaduan antara laut dan gunung yang mengandung suatu rasa terimakasih ke Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasi Girinatha sebagai pelindung gunung dan baruna sebagai penguasa laut. Liburan dan tour mengambil jurusan ke arah Timur pulau Bali anda akan bertemu dengan Pura Goa Lawah ini. Atau sewa mobil sambil mengekxplorasi tempat wisata yang ada di daerah Timur pulau bali seperti Candidasa, Pantai Prasi, Ujung dan Tulamben.
Pura Goa Lawah terletak sekitar 49km dari Kota Denpasar tepatnya di Kecamatan Dawan,Klungkung atau sekitar 10km sebelah timur Kota Semarapura.Tidak diketahui pasti siapa pendiri dan kapan didirikannya Pura Goa Lawah ini tetapi pura ini diperkirakan didirikan oleh Mpu Kuturan pada abad ke-11.Pura yang dihuni oleh ribuan kelelawar ini termasuk sebagai Kahyangan Jagat atau Sad Kahyangan. Banyak wisatawan asing dan domestik ikut tour dan berkunjung ke objek wisata ini.
  
Objek wisata Goalawah Bali

Pemandangan ditempat ini terasa unik, sebuah goa kelihatan dibawah pohon yang rindang, sementara dimulut goa terdapat beberapa pelinggih. Pura Goa Lawah menempati wilayah pantai yang bertemu dengan wilayah perbukitan.   Dipelataran pura berdiri kukuh beberapa meru dan stana lainnya.Di bagian Pura, tepatnya di mulut goa terdapat pelinggih Sanggar Agung sebagai pemujaan Sang Hyang Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa),  Meru Tumpang Tiga, Gedong Limasari dan Gedong Limascatu.
Dari sejarahnya Pura Goa Lawah mengenai siapa yang membangunnya dan kapan dibangun masih bisa diungkap misterinya karena bangunan pemujaan terlalu tua usianya, sehingga tidak ada nara sumber yang benar-benar mengetahui mengenai seluk beluk Pura Goa Lawah. Untuk bisa mengunjungi objek wisata ini, wisatawan bisa ikut paket full day Besakih - Goa Lawah Tour yang kami telah susun rute perjalanannya. Atau wisatawan bisa sewa mobil + supir + bbm menentukan sendiri destinasi yang mau dipilih.   

Objek wisata: Pura Goa Lawah Bali

Pura Besakih

Pura Besakih adalah sebuah komplek pura yang terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih, Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di komplek Pura Besakih. Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca atau candi utama simbol stana dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi. Pura Besakih masuk dalam daftar pengusulan Situs Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1995.
 

Selasa, 06 November 2012

Pura Uluwatu

Uluwatu, Pura di Ujung Terumbu Karang

Pura Uluwatu adalah Pura Hindu yang terletak di tepi tebing di bagian selatan semenanjung Bali. Pura ini adalah salah satu Pura Sad Kahyangan diBali (enam kelompok besar Pura di Bali), terletak di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung atau sekitar 25 km di selatan Kota Denpasar. Pura ini terletak pada terumbu karang, kira-kira sekitar 80 meter di atas permukaan laut. Terdapat pula hutan kering kecil yang sering disebut Alas Kekeran (hutan larangan) yang merupakan bagian dari Pura dan dihuni oleh banyak monyet dan hewan lainnya. Nama Uluwatu adalah berasal dari kata Ulu yang berarti kepala dan Watu berarti batu. Oleh karena itu Pura Uluwatu berarti Pura yang dibangun di ujung terumbu karang.
Mpu Kuturan, seorang Pendeta Hindu dari Jawa, mendirikan Pura ini pada abad ke-10. Pada abad ke-15 Pendeta besar Danghyang Nirartha atau Danghyang Dwijendra, memilih Pura Uluwatu sebagai tempat terakhir di dunia, sejarah mencatat bahwa Danghyang Nirartha mencapai moksa (bersatu dengan Tuhan) ketika bermeditasi di Uluwatu. Legenda juga menyebutkan kepada kita bahwa Danghyang Nirartha adalah arsitek dari Pura-Pura yang indah, serta banyak Pura besar lainnya di Bali, Lombok, dan Sumbawa.
Di balik Meru utama (pagoda) pada Pura Uluwatu, terdapat sebuah patung batu gamping perwujudan Brahman yang memandang Samudera Hindia, dikatakan patung tersebut merupakan perwujudan dari Danghyang Nirartha. Di dalam komples Pura terdapat perahu yang diyakini sebagai milik Danghyang Nirartha ketika melakukan perjalanan dari Jawa.
Yang terkenal dari Pura Uluwatu adalah arsitektur yang luar biasa di batu karang hitam, dirancang indah dengan pemandangan spektakulernya. Terkenal tidak hanya karena posisinya yang unik, Uluwatu juga merupakan salah satu Pura tertua di Bali. Menjadi tempat berselancar yang populer untuk orang yang sangat berpengalaman, Uluwatu menawarkan sudut pandang yang indah untuk melihat matahari terbenam yang spektakuler. Warung-warung kecil berjajar di tebing menawarkan tempat nyaman untuk memandang Samudera Hindia yang luar biasa luas. Monyet menghuni Pura dan tebing dengan wajah penuh harap untuk pisang atau kacang dari para pengunjung.
Sangat mudah untuk menemukan Pura Uluwatu, di mana anda bisa sampai dengan segala jenis kendaraan.Terdapat jalan yang baik melewati desa Jimbaran dan pergi dengan satu jalan menuju Pura ini. Sekitar 45 menit dari Nusa Dua, atau 1 jam dari Kuta atau Tuban. Dari Nusa Dua, akan melalui jalan berbukit melewati Pecatu. Jika anda dari Kuta, maka anda akan melalui Kedonganan dan Jimbaran untuk membawa anda di sini.

Rabu, 31 Oktober 2012

Pura Ulun Danu


Pura ini terletak di dataran tinggi Bedugul Kabupaten Tabanan. Sebuah Dataran tinggi yang menjadi daerah wisata unggulan Pulau Balidwipa, nama lain Bali di masa lalu. Di daerah berhawa sejuk ini Anda disajikan pesona keindahan Danau Bratan sekaligus menikmati produk-produk kerajinan dan hasil kebudayaan masyarakat agraris Tabanan.

Terletak di dataran tinggi, menyebabkan tempat ini sangat sejuk dan kadang-kadang di selimuti kabut. Keindahan alam pegunungan dan Danau Beratan yang bersih sangat mempesona, di tengahnya ada sebuah pura Ulun Danu yang merupakan tempat pemujaan kepada Sang Hyang Dewi Danu sebagai pemberi kesuburan. Ini adalah objek wisata yang akan sangat sayang sekali apabila Anda lewatkan saat datang ke Bali.
Suasananya di tepi danaunya seolah berada pada zaman silam, kabut perlahan terangkat dari atas danau yang dingin, kemudian pemandangan di baliknya adalah hutan berbukit yang hijau.  Sapuan angin pada permukaan danau, mengantarkan riak kecil ketenangan. Ketika mendung datang maka suasana kabut melingkupi pura, menimbulkan kesan magis yang lainnya. Ada ketenangan yang damai dan sulit Anda temukan di tempat lain.
Pura Ulun Danu Beratan di Dataran Tinggi BedugulBedugul tempat Pura Ulun Danu berada itu sebenarnya nama sebuah desa dan bukan nama danau, bukan nama pura, ataupun nama pasar. Anggapan itu muncul karena selain sebagai sebuah desa, dalam sebuah area yang kurang lebih berdiameter 5 km, terdapat beberapa macam tempat yang menarik untuk dikunjungi secara sekaligus sehingga orang kebanyakan menamakannya Bedugul.

Secara lebih tepat, Bedugul adalah nama desanya, sedangkan danaunya bernama Danau Beratan. Danau ini adalah danau terluas kedua setelah Danau Batur yang luas 1.607,5 ha. Sedangkan nama pura-nya adalah Pura Ulun Danu. Pura ini adalah Pura Subak yang disungsung oleh para petani, karena danau Beratan adalah sumber mata air irigasi bagi sawah para petani.

Sebagai salah satu ikon pulau Bali, Anda pasti mengenal pura suci ini, setidaknya dapat melihatnya dari gambar uang kertas Rp50.000,00. Pura Ulun Danu Beratan berada di tepi Danau Beratan. Di depan halaman sebelah kiri dari Pura Ulun Danu Beratan terdapat sebuah sarkopagus dan sebuah papan batu yang berasal dari masa tradisi megalitik, sekitar 500 SM. Kedua artefak tersebut sekarang ditempatkan masing-masing di atas babaturan (teras). Diperkirakan bahwa lokasi Pura Ulun Danu Beratan telah digunakan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan ritual sejak zaman megalitik.

Pura Ulun Danu Beratan ini sudah ada sebelum tahun 1556. Pura Ulun Danu kemudian dibangun oleh Raja Mengwi I Gusti Agung Putu tahun 1633 yang berarsitektur campuran Hindu-Budha dan ditandai dengan stupa Budha. Semenjak pendirian pura tersebut termasyurlah kerajaan Mengwi, dan I Gusti Agung Putu digelari oleh rakyatnya “ I Gusti Agung Sakti”.
Pura Ulun Danu Beratan di Dataran Tinggi BedugulPura Ulun Danu Bratan atau Bratan Pura merupakan sebuah candi di atas air berusia tua di Bali. Bangunan yang terdapat di areal wisata Bedugul ini merupakan bangunan kuno, tetapi semua keadaan fisiknya masih bersih dan tertata dengan rapi. Kompleks candi ini terletak di tepi barat laut Danau Bratan di pegunungan dekat Bedugul. Pura Ulun Danu merupakan sebuah bangunan suci umat Hindu yang dibangun untuk memuja Dewi Danu. “Danu” sendiri adalah bahasa lokal Bali yang berarti“Danau”. Sedangkan “Bratan” adalah nama dari danau yang terletak di dataran tinggi Bedugul ini. Candi ini sebenarnya digunakan untuk upacara persembahan Dewi Danu yaitu dewi air, danau, dan sungai.

Pura Ulun Danu Bratan ini terdiri dari empat bangunan suci, yaitu; Pura Lingga Petak dengan tiga tingkat “Meru” sebagai tempat pemujaan bagi dewa Siwa, Pura Penataran Puncak Mangu dengan 11 tingkat “Meru” sebagai tempat pemujaan dewa Wisnu, Pura Teratai Bang sebagai pura utama, dan Pura Dalem Purwa sebagai tempat pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Trimurti. Pura Dalem Purwa ini berfungsi sebagai tempat memohon kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan.
Pura Ulun Danu Beratan di Dataran Tinggi BedugulPura Ulun Danu Bratan tidak terlepas dari pemujaan terhadap Trimurti (Siwa, Brahma, Wisnu). Hal ini bukan hanya terlihat dari struktur pura pemujaan di Ulun Danu, tetapi juga dari penemuan tiga buah batu yang masing-masing berwarna merah, hitam dan putih pada tahun 1968. Ketiga warna ini merupakan warna suci (Tri Datu), “merah” lambang Bhatara Brahma “sang pencipta”, “hitam” lambang Bhatara Wisnu “Sang Penyeimbang” dan “putih” lambang Bhatara Siwa “Sang Pelebur”.

Danau Bratan merupakan salah satu danau penting untuk irigasi. Danau Bratan dikenal sebagai danau "gunung suci", kawasan ini sangat subur, terletak pada ketinggian 1.200 meter, dan beriklim sangat dingin. Menurut mitos yang ada di masyarakat Bali, sebenarnya Danau Bratan ini merupakan danau yang terbesar di pulau Bali awalnya. Namun pada suatu ketika terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat dan akhirnya danau Bratan ini terbagi menjadi tiga bagian, Bratan, Tamblingan dan Buyan. Nama “Bratan” diambil dari kata “Brata” yang berarti mengendalikan diri dengan menutup 9 lubang kehidupan. Kata-kata “Brata” ini dapat kita jumpai dalam istilah“Tapa Brata” yang memiliki arti bersemedi atau bermeditasi untuk mencapai ketenangan agar dapat manunggal dengan alam dan berkomunikasi dengan Yang Maha Gaib.